Rabu, 01 Februari 2012

MEMBANGUN KUALITAS DOSEN AKADEMI KEBIDANAN MENUJU PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEBIDANAN BERMUTU



Pendahuluan
Pendidikan bermutu tidak akan terwujud tanpa adanya dosen berkualitas. Sejalan dengan kenyataan tersebut, upaya awal yang harus dilakukan untuk mewujudkan pendidikan bermutu adalah meningkatkan kualitas dosen. Melalui peningkatan mutu dosen, dosen akan mampu mengembangkan mutu pembelajaran yang dilaksanakannya. Peningkatan mutu pembelajaran ini akan berdampak pada peningkatan mutu lulusan. Pada akhirnya kepemilikan karakter dosen yang efektif akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.

Membangun Kapabilitas Dosen
Pembangunan dosen berkualitas untuk  menunjang pembentukan pendidikan bermutu tidak sebatas bergantung pada program pendidikan dosen yang ditempuhnya. Pengembangan kualitas dosen sesungguhnya adalah terletak pada kemauan dan kemampuan dosen untuk mengembangkan dirinya ketika mereka sudah menduduki jabatan dosen. Dengan kata lain, pembangunan kualitas dosen terletak pula pada usaha membangun kapabilitas dosen itu sendiri.
Minimal ada lima kapabilitas yang harus terus menerus dibangun dosen dalam rangka mengembangkan kualitasnya (Darling-Hammond. et.al. ,1999; Nicholss, G., 2002, dan Lang dan Evans, 2006). Kelima kapabilitas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Konten pengetahuan yang ia ajarkan. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan dosen untuk terus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan up-to-date. Kapabilitas ini juga berhubungan dengan kemampuan dosen dalam memahami kurikulum yang berlaku sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakannya benar-benar berorientasi pada kurikulum terbaru. Selain itu, kapabilitas ini berkaitan erat dengan kemampuan dosen untuk senantiasa berpikir kritis memaknai setiap materi ajar sehingga akan mampu memperluas pengetahuan mahasiswa dan mampu merestrukturisasi pengetahuan agar sejalan dengan potensi dan kebutuhan mahasiswa. Melalui pembangunan kapabilitas ini jelaslah sosok dosen yang berkualitas bukanlah sebuah impian belaka.
2.      Kapabilitas kedua adalah tingkat konseptualisasi. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan dosen untuk mengidentifikasi wilayah pengembangan dirinya sehingga dosen akan mampu secara terus menerus meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Kapabilitas ini juga berhubungan pula dengan kemampuan dosen dalam menerapkan konsep dan ide-ide kreatifnya dalam setiap proses pembelajaran. Lebih lanjut, kapabilitas ini mempersyaratkan kemampuan dosen untuk membuat desain rencana pengembangan professional dirinya secara tepat dan berhasil guna. Melalui desain rencana pengembangan professional yang dibuat dosen, dosen akan mampu merencanakan berbagai aktivitas pengembangan diri sehingga mitos dosen adalah individu statis akan tertepiskan.
3.      Kapabilitas yang ketiga berhubungan dengan kemampuan dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dosen yang kapabel adalah dosen yang senantiasa memilih pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang tepat sesuai materi dan karakteristik mahasiswa. Melalui pemilihan strategi pembelajaran yang tepat inilah dosen lebih jauh diharapkan mampu mengelola kelas sehingga berbagai tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Sejalan dengan kenyataan ini, dosen harus secara berkesinambungan meningkatkan pengetahuannya tentang berbagai strategi pembelajaran terkini sehingga dosen tidak hanya terpaku menggunakan satu jenis strategi pembelajaran.
4.      Kapabilitas keempat adalah komunikasi interpersonal. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan dosen dalam menjalin komunikasi dengan mahasiswa sehingga dosen akan benar-benar memahami karakteristik mahasiswa dan mengetahui kebutuhan mahasiswa. Selain kemampuan berkomunikasi dengan mahasiswa, kapabilitas ini berkenaan dengan kemampuan dosen berkomunikasi dengan seluruh unsur sekolah dan orang tua mahasiswa. Melalui berbagai jenis komunikasi ini dosen diharapkan mampu memainkan peran pentingnya dalam mencetak lulusan yang unggul.
5.      Kapabilitas terakhir adalah ego. Kapabilitas ini berhubungan dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun responsibilitas diri terhadap lingkungan. Hal ini berarti dosen yang kapabel adalah dosen yang memperhatikan diri sendiri dan orang lain, merespons positif segala bentuk masukan yang dia terima, bersikap objektif, membantu orang lain untuk berkembang, berpikir positif, dan senantiasa meningkatan self esteem.
Melalui pembangunan kapabilitas kelima ini diharapkan dosen akan mampu merefleksi diri sehingga kompetensinya akan senantiasa berkembang.
Berbagai kapabilitas yang telah dikemukakan tersebut pada prinsipnya merupakan wilayah pengembangan dosen yang harus secara terus-menerus dikembangkan. Melalui kepemilikan dan pengembangan kelima kapabilitas tersebut, dosen akan mampu memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan merefleksi kritis kinerjanya sebagai wujud nyata sosok dosen yang berkualitas.

Pendidikan Bermutu menuju Bidan Unggul
Seorang mahasiswa kebidanan tidak hanya dituntut sebagai lulusan bidan yang berintelektual, tapi juga memiliki karakter. Menurut penelitian, dalam dunia kerja yang dibutuhkan adalah lebih banyak soft skill dengan 80 persen dan hard skill hanya 20 persen sehingga dalam proses pendidikannya  juga dituntut mampu tidak hanya memberikan hard skill tapi juga soft skill. Masalahnya dalam implementasi di dunia pendidikan, sering kali ilmu yang diberikan hanya bagaimana menjadikan lulusan pintar namun melupakan pembentukan keluhuran kepribadian, padahal itu bagian yang sangat esensial dalam dunia nyata.
Program soft skill itu sebenarnya telah tertuang dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan bukan hanya mencerdaskan bangsa tapi juga membentuk kepribadian. Pembentukan Kepribadian (PK) memiliki rumus, yakni PK = OH x (OP + Org + Ors). Artinya, pembentukan kepribadian sama dengan olah hati dikali olah pikir plus olahraga dan olah rasa sehingga jika  mahasiswa diberi banyak tugas tapi tidak diberi olah hati, maka pembentukan kepribadian akan O, dengan demikian hasilnya sia-sia, sehingga sangat disayangkan kenyataan di dalam pembelajaran, masih banyak para pendidik yang mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilan tapi mengabaikan transfer nilai (value).
Apabila dicermati dari kenyataan yang ada, baik dari perbincangan informal maupun hasil penelusuran atau kajian formal, maka rasio kebutuhan soft skills dan hard skills di dunia kerja berbanding terbalik  dengan pengembangannya di perguruan tinggi (sebagaimana yang terlihat pada gambar di bawah ini.  Gambar 1 menunjukkan bahwa yang membawa atau mempertahankan orang di dalam sebuah kesuksesan di lapangan kerja yaitu 80% ditentukan oleh mind set yang dimilikinya dan 20% ditentukan oleh technical skills.  Namun, pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa di perguruan tinggi atau sistem pendidikan kita saat ini, soft skills hanya diberikan rata-rata 10% saja dalam kurikulumnya. Jadi, bagaimana baiknya agar proses pendidikan kita dapat mensinergikan antara soft skills dan hard skills dengan baik?, sementara jumlah satuan kredit mahasiswa sudah cukup banyak.
Di dunia pendidikan perlu ada pergeseran paradigma berfikir dan bertindak dari fokus pada hard skills saja menjadi mensinergikan antara hard skills dengan soft skills. Bagaimana agar penularan soft skills ini bukan merupakan beban SKS yang sudah begitu banyaknya di Perguruan Tinggi, dan bagaimana agar penularannya tidak terasa ada pemaksaan baik bagi dosen maupun mahasiswa. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan penularan soft skills melalui Hidden Curriculum.
  
Success consists of going from failure to failure without loss of enthusiasm (Winston Churchill)
  
Moral excellence comes about as a result of habit. We become just by doing just acts, temperate by doing temperate acts, brave by doing brave acts (Aristotle)

Karena tanggung jawabnya yang sangat berat maka Bidan memerlukan keunggulan-keunggulan tertentu berupa kualifikasi dengan standar yang tinggi untuk dapat memberikan kepuasan bagi klien dan masyarakat. Konsep keunggulan Bidan ini mencakup criteria Bidan  sebagai health provider, decision maker, community leader, manager dan communicator. Untuk mewujudkan kriteria-kriteria tersebut, selain diperlukannya kemampuan analitis (hard skill) yang didapat dari ruang kuliah, diperlukan juga kemampuan interaksi sosial (soft skill ), yaitu kemampuan-kemampuan tak terlihat yang sangat penting diperlukan dalam dunia kerja.
Adapun soft skill yang perlu dimiliki mahasiswa kebidanan untuk mencapai hal tersebut , diantaranya ialah komunikasi, karena pada umumnya orang yang kita hadapi tidak mempunyai kemampuan telepati. Jadi, mereka tidak bisa membaca apa yang ada di pikiran kita. Maka diperlukan komunikasi untuk menyampaikan pendapat, juga untuk mengerti apa yang diinginkan oleh orang lain. Komunikasi adalah kebutuhan mutlak dalam setiap sisi kehidupan. Profesi apapun, pasti membutuhkan komunikasi dengan orang lain, terutama bidan. Komunikasi penting untuk memberikan informasi kepada pasien, mengurangi ketidakpuasan dan stress pasien, serta memberikan emotional support kepada pasien. Dengan terciptanya komunikasi yang baik, maka akan menguntungkan kedua belah pihak. Kemampuan berkomunikasi yang diperlukan tidak hanya komunikasi verbal saja, melainkan dalam bentuk tertulis juga. Di bangku perkuliahan ada beberapa soal dalam bentuk esai, dan kita dituntut pula untuk menulis tugas akhir. Dalam dunia kerja, dokumentasi adalah salah satu bentuk komunikasi tertulis bagi seorang bidan.
Berfikir logis, adalah soft skill lain yang harus dimiliki karena untuk menyelesaikan masalah diperlukan kemampuan logika yang baik. Permasalahan (kasus) yang dihadapi di dunia nyata, berbeda dengan soal perkuliahan. Hal ini bukan berarti perkuliahan bukan bagian dari dunia nyata, namun perlu disadari bahwa soal-soal dalam perkuliahan telah di desain untuk belajar. Bobotnya telah ditentukan dalam kurikulum. Sedangkan permasalahan yang nanti dihadapi di dunia kerja cenderung lebih kompleks dan tidak terduga.
Kemampuan bekerja sama, juga diperlukan. Dalam dunia nyata, bidan akan sangat sering dituntut untuk bekerja sama. Kerja sama antara bidan dan dokter, serta petugas kesehatan lain, serta kerja sama dalam sebuah tim.
Etika adalah hal lain yang diperlukan. Etika adalah belajar membedakan yang benar dan salah, lalu melakukan apa yang benar. Etika kerja adalah keyakinan, nilai dan prinsip yang akan membimbing individu berinteraksi dalam kaitannya dengan pekerjaan dan tanggung jawab akan suatu tugas, yang akan membimbing bagaimana berprilaku. Pada profesi Bidan sendiri ada yang dinamakan kode etik kebidanan.
Kemampuan organisasi pun perlu dimiliki oleh mahasiswa kebidanan, dimulai dari manajemen waktu (karena terlambat beberapa menit saja, nyawa seseorang sudah tidak dapat diselamatkan) hingga kepemimpinan. Kepemimpinan mampu menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling ketergantungan dengan membangkitkan motivasi dan inspirasi. Kepemimpinan menyelaraskan gerak, agar semua potensi berintegrasi, menyatu menuju satu arah dengan komitmen yang tinggi.
Dunia kebidanan adalah dunia yang berubah dengan cepat, tak jarang seorang bidan dituntut untuk menyelesaikan banyak hal dalam waktu yang sebenarnya nyaris mustahil mencukupi. Oleh karena itu mahasiswa kebidanan dituntut untuk memiliki ketahanan menghadapi tekanan. Ilmu kebidanan yang terus berkembang menuntut seorang bidan untuk melakukan pembelajaran seumur hidupnya. Dalam bidang apapun seseorang berkarir , sedikit banyak akan ada hal yang harus dipelajari. Oleh karena itu kemampuan dan kemauan belajar harus dimiliki mahasiswa kebidanan. Dalam kaitan ini diperlukan dosen yang mampu sebagai ING NGARSO SUNG TULODO.
Dua komponen penting sebenarnya yang mendasari pencapaian karakter tersebut yang dapat mengarahkan pada nilai profesi, yaitu profesionalisme dan kepemimpinan atau manajerial. Profesionalisme menuntut terpenuhinya pelayanan kebidanan yang sesuai dengan standar operating prosedur atau standar pelayanan medis dan standar etika profesi sedangkan kepemimpinan menuntut kemampuan bidan dalam mempengaruhi klien (individu atau komunitas) dengan komunikasi efektif supaya bisa bekerja sama dalam program promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dengan tercapainya hal diatas, maka diharapkan seorang lulusan pendidikan kebidanan memiliki kompetensi mampu berfikir analitis, berkomunikasi tertulis, bekerja dalam tim, berfikir logis, berkomunikasi lisan, bekerja mandiri, serta memiliki ilmu pengetahuan & teknologi. Dengan kompetensi yang dimilikinya itu diharapkan seorang bidan selain melakukan intervensi fisik, juga harus berperan dalam intervensi mental dan sosial di tengah masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar