Pendahuluan
Pendidikan bermutu tidak akan terwujud tanpa adanya dosen berkualitas. Sejalan dengan kenyataan tersebut, upaya awal yang harus dilakukan untuk mewujudkan pendidikan bermutu adalah meningkatkan kualitas dosen. Melalui peningkatan mutu dosen, dosen akan mampu mengembangkan mutu pembelajaran yang dilaksanakannya. Peningkatan mutu pembelajaran ini akan berdampak pada peningkatan mutu lulusan. Pada akhirnya kepemilikan karakter dosen yang efektif akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan bermutu tidak akan terwujud tanpa adanya dosen berkualitas. Sejalan dengan kenyataan tersebut, upaya awal yang harus dilakukan untuk mewujudkan pendidikan bermutu adalah meningkatkan kualitas dosen. Melalui peningkatan mutu dosen, dosen akan mampu mengembangkan mutu pembelajaran yang dilaksanakannya. Peningkatan mutu pembelajaran ini akan berdampak pada peningkatan mutu lulusan. Pada akhirnya kepemilikan karakter dosen yang efektif akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
Membangun
Kapabilitas Dosen
Pembangunan
dosen berkualitas untuk menunjang
pembentukan pendidikan bermutu tidak sebatas bergantung pada program pendidikan
dosen yang ditempuhnya. Pengembangan kualitas dosen sesungguhnya adalah
terletak pada kemauan dan kemampuan dosen untuk mengembangkan dirinya ketika
mereka sudah menduduki jabatan dosen. Dengan kata lain, pembangunan kualitas dosen
terletak pula pada usaha membangun kapabilitas dosen itu sendiri.
Minimal
ada lima kapabilitas yang harus terus menerus dibangun dosen dalam rangka
mengembangkan kualitasnya (Darling-Hammond. et.al. ,1999; Nicholss, G., 2002,
dan Lang dan Evans, 2006). Kelima kapabilitas tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Konten pengetahuan yang ia ajarkan. Kapabilitas ini
berhubungan dengan kemampuan dosen untuk terus mengembangkan dirinya dengan
meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga
pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan up-to-date.
Kapabilitas ini juga berhubungan dengan kemampuan dosen dalam memahami
kurikulum yang berlaku sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakannya
benar-benar berorientasi pada kurikulum terbaru. Selain itu, kapabilitas ini
berkaitan erat dengan kemampuan dosen untuk senantiasa berpikir kritis memaknai
setiap materi ajar sehingga akan mampu memperluas pengetahuan mahasiswa dan
mampu merestrukturisasi pengetahuan agar sejalan dengan potensi dan kebutuhan
mahasiswa. Melalui pembangunan kapabilitas ini jelaslah sosok dosen yang
berkualitas bukanlah sebuah impian belaka.
2.
Kapabilitas kedua adalah tingkat konseptualisasi.
Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan dosen untuk mengidentifikasi
wilayah pengembangan dirinya sehingga dosen akan mampu secara terus menerus
meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Kapabilitas ini juga berhubungan pula
dengan kemampuan dosen dalam menerapkan konsep dan ide-ide kreatifnya dalam
setiap proses pembelajaran. Lebih lanjut, kapabilitas ini mempersyaratkan
kemampuan dosen untuk membuat desain rencana pengembangan professional dirinya
secara tepat dan berhasil guna. Melalui desain rencana pengembangan
professional yang dibuat dosen, dosen akan mampu merencanakan berbagai
aktivitas pengembangan diri sehingga mitos dosen adalah individu statis akan
tertepiskan.
3.
Kapabilitas yang ketiga berhubungan dengan kemampuan
dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dosen yang kapabel adalah dosen
yang senantiasa memilih pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang
tepat sesuai materi dan karakteristik mahasiswa. Melalui pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat inilah dosen lebih jauh diharapkan mampu mengelola
kelas sehingga berbagai tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai.
Sejalan dengan kenyataan ini, dosen harus secara berkesinambungan meningkatkan
pengetahuannya tentang berbagai strategi pembelajaran terkini sehingga dosen
tidak hanya terpaku menggunakan satu jenis strategi pembelajaran.
4.
Kapabilitas keempat adalah komunikasi interpersonal.
Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan dosen dalam menjalin komunikasi
dengan mahasiswa sehingga dosen akan benar-benar memahami karakteristik
mahasiswa dan mengetahui kebutuhan mahasiswa. Selain kemampuan berkomunikasi
dengan mahasiswa, kapabilitas ini berkenaan dengan kemampuan dosen
berkomunikasi dengan seluruh unsur sekolah dan orang tua mahasiswa. Melalui
berbagai jenis komunikasi ini dosen diharapkan mampu memainkan peran pentingnya
dalam mencetak lulusan yang unggul.
5.
Kapabilitas terakhir adalah ego. Kapabilitas ini
berhubungan dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun
responsibilitas diri terhadap lingkungan. Hal ini berarti dosen yang kapabel
adalah dosen yang memperhatikan diri sendiri dan orang lain, merespons positif
segala bentuk masukan yang dia terima, bersikap objektif, membantu orang lain
untuk berkembang, berpikir positif, dan senantiasa meningkatan self esteem.
Melalui
pembangunan kapabilitas kelima ini diharapkan dosen akan mampu merefleksi diri
sehingga kompetensinya akan senantiasa berkembang.
Berbagai kapabilitas yang telah dikemukakan tersebut pada prinsipnya merupakan wilayah pengembangan dosen yang harus secara terus-menerus dikembangkan. Melalui kepemilikan dan pengembangan kelima kapabilitas tersebut, dosen akan mampu memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan merefleksi kritis kinerjanya sebagai wujud nyata sosok dosen yang berkualitas.
Berbagai kapabilitas yang telah dikemukakan tersebut pada prinsipnya merupakan wilayah pengembangan dosen yang harus secara terus-menerus dikembangkan. Melalui kepemilikan dan pengembangan kelima kapabilitas tersebut, dosen akan mampu memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan merefleksi kritis kinerjanya sebagai wujud nyata sosok dosen yang berkualitas.
Pendidikan Bermutu
menuju Bidan Unggul
Seorang
mahasiswa kebidanan tidak hanya dituntut sebagai lulusan bidan yang
berintelektual, tapi juga memiliki karakter. Menurut penelitian, dalam dunia
kerja yang dibutuhkan adalah lebih banyak soft skill dengan 80 persen dan hard
skill hanya 20 persen sehingga dalam proses pendidikannya juga dituntut mampu tidak hanya memberikan
hard skill tapi juga soft skill. Masalahnya dalam implementasi di dunia
pendidikan, sering kali ilmu yang diberikan hanya bagaimana menjadikan lulusan
pintar namun melupakan pembentukan keluhuran kepribadian, padahal itu bagian
yang sangat esensial dalam dunia nyata.
Program
soft skill itu sebenarnya telah tertuang dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003
bahwa tujuan pendidikan bukan hanya mencerdaskan bangsa tapi juga membentuk
kepribadian. Pembentukan Kepribadian (PK) memiliki rumus, yakni PK = OH x (OP +
Org + Ors). Artinya, pembentukan kepribadian sama dengan olah hati dikali olah
pikir plus olahraga dan olah rasa sehingga jika mahasiswa diberi banyak
tugas tapi tidak diberi olah hati, maka pembentukan kepribadian akan O, dengan
demikian hasilnya sia-sia, sehingga sangat disayangkan kenyataan di dalam
pembelajaran, masih banyak para pendidik yang mentransfer ilmu pengetahuan dan
keterampilan tapi mengabaikan transfer nilai (value).
Apabila
dicermati dari kenyataan yang ada, baik dari perbincangan informal maupun hasil
penelusuran atau kajian formal, maka rasio kebutuhan soft skills dan hard
skills di dunia kerja berbanding terbalik dengan pengembangannya di
perguruan tinggi (sebagaimana yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1 menunjukkan bahwa yang membawa atau mempertahankan orang di dalam
sebuah kesuksesan di lapangan kerja yaitu 80% ditentukan oleh mind set yang
dimilikinya dan 20% ditentukan oleh technical skills. Namun, pada
Gambar 2 dapat dilihat bahwa di perguruan tinggi atau sistem pendidikan kita
saat ini, soft skills hanya diberikan rata-rata 10% saja dalam
kurikulumnya. Jadi, bagaimana baiknya agar proses pendidikan kita dapat mensinergikan
antara soft skills dan hard skills dengan baik?, sementara jumlah
satuan kredit mahasiswa sudah cukup banyak.
Di dunia
pendidikan perlu ada pergeseran paradigma berfikir dan bertindak dari fokus
pada hard skills saja menjadi mensinergikan antara hard skills
dengan soft skills. Bagaimana agar penularan soft skills ini
bukan merupakan beban SKS yang sudah begitu banyaknya di Perguruan Tinggi, dan
bagaimana agar penularannya tidak terasa ada pemaksaan baik bagi dosen maupun
mahasiswa. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan penularan soft skills
melalui Hidden Curriculum.
Success consists of
going from failure to failure without loss of enthusiasm (Winston Churchill)
Moral excellence
comes about as a result of habit. We become just by doing just acts, temperate
by doing temperate acts, brave by doing brave acts (Aristotle)
Karena
tanggung jawabnya yang sangat berat maka Bidan memerlukan keunggulan-keunggulan
tertentu berupa kualifikasi dengan standar yang tinggi untuk dapat memberikan
kepuasan bagi klien dan masyarakat. Konsep keunggulan Bidan ini mencakup
criteria Bidan sebagai health
provider, decision maker, community leader,
manager dan communicator. Untuk mewujudkan
kriteria-kriteria tersebut, selain diperlukannya kemampuan analitis (hard
skill) yang didapat dari ruang kuliah, diperlukan juga kemampuan interaksi
sosial (soft skill ), yaitu kemampuan-kemampuan tak terlihat yang sangat
penting diperlukan dalam dunia kerja.
Adapun
soft skill yang perlu dimiliki mahasiswa kebidanan untuk mencapai hal tersebut
, diantaranya ialah komunikasi, karena pada umumnya orang yang kita hadapi
tidak mempunyai kemampuan telepati. Jadi, mereka tidak bisa membaca apa yang
ada di pikiran kita. Maka diperlukan komunikasi untuk menyampaikan pendapat,
juga untuk mengerti apa yang diinginkan oleh orang lain. Komunikasi adalah
kebutuhan mutlak dalam setiap sisi kehidupan. Profesi apapun, pasti membutuhkan
komunikasi dengan orang lain, terutama bidan. Komunikasi penting untuk
memberikan informasi kepada pasien, mengurangi ketidakpuasan dan stress pasien,
serta memberikan emotional support kepada pasien. Dengan terciptanya
komunikasi yang baik, maka akan menguntungkan kedua belah pihak. Kemampuan
berkomunikasi yang diperlukan tidak hanya komunikasi verbal saja, melainkan
dalam bentuk tertulis juga. Di bangku perkuliahan ada beberapa soal dalam
bentuk esai, dan kita dituntut pula untuk menulis tugas akhir. Dalam dunia
kerja, dokumentasi adalah salah satu bentuk komunikasi tertulis bagi seorang bidan.
Berfikir
logis, adalah soft skill lain yang harus dimiliki karena untuk menyelesaikan
masalah diperlukan kemampuan logika yang baik. Permasalahan (kasus) yang
dihadapi di dunia nyata, berbeda dengan soal perkuliahan. Hal ini bukan berarti
perkuliahan bukan bagian dari dunia nyata, namun perlu disadari bahwa soal-soal
dalam perkuliahan telah di desain untuk belajar. Bobotnya telah ditentukan
dalam kurikulum. Sedangkan permasalahan yang nanti dihadapi di dunia kerja
cenderung lebih kompleks dan tidak terduga.
Kemampuan
bekerja sama, juga diperlukan. Dalam dunia nyata, bidan akan sangat sering
dituntut untuk bekerja sama. Kerja sama antara bidan dan dokter, serta petugas
kesehatan lain, serta kerja sama dalam sebuah tim.
Etika
adalah hal lain yang diperlukan. Etika adalah belajar membedakan yang benar dan
salah, lalu melakukan apa yang benar. Etika kerja adalah keyakinan, nilai dan
prinsip yang akan membimbing individu berinteraksi dalam kaitannya dengan
pekerjaan dan tanggung jawab akan suatu tugas, yang akan membimbing bagaimana
berprilaku. Pada profesi Bidan sendiri ada yang dinamakan kode etik kebidanan.
Kemampuan
organisasi pun perlu dimiliki oleh mahasiswa kebidanan, dimulai dari manajemen
waktu (karena terlambat beberapa menit saja, nyawa seseorang sudah tidak dapat
diselamatkan) hingga kepemimpinan. Kepemimpinan mampu menumbuhkan rasa
kebersamaan dan saling ketergantungan dengan membangkitkan motivasi dan
inspirasi. Kepemimpinan menyelaraskan gerak, agar semua potensi berintegrasi,
menyatu menuju satu arah dengan komitmen yang tinggi.
Dunia
kebidanan adalah dunia yang berubah dengan cepat, tak jarang seorang bidan
dituntut untuk menyelesaikan banyak hal dalam waktu yang sebenarnya nyaris
mustahil mencukupi. Oleh karena itu mahasiswa kebidanan dituntut untuk memiliki
ketahanan menghadapi tekanan. Ilmu kebidanan yang terus berkembang menuntut
seorang bidan untuk melakukan pembelajaran seumur hidupnya. Dalam bidang apapun
seseorang berkarir , sedikit banyak akan ada hal yang harus dipelajari. Oleh
karena itu kemampuan dan kemauan belajar harus dimiliki mahasiswa kebidanan.
Dalam kaitan ini diperlukan dosen yang mampu sebagai ING NGARSO SUNG TULODO.
Dua
komponen penting sebenarnya yang mendasari pencapaian karakter tersebut
yang dapat mengarahkan pada nilai profesi, yaitu profesionalisme dan
kepemimpinan atau manajerial. Profesionalisme menuntut terpenuhinya
pelayanan kebidanan yang sesuai dengan standar operating prosedur atau standar
pelayanan medis dan standar etika profesi sedangkan kepemimpinan menuntut
kemampuan bidan dalam mempengaruhi klien (individu atau komunitas) dengan
komunikasi efektif supaya bisa bekerja sama dalam program promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif.
Dengan
tercapainya hal diatas, maka diharapkan seorang lulusan pendidikan kebidanan
memiliki kompetensi mampu berfikir analitis, berkomunikasi tertulis, bekerja
dalam tim, berfikir logis, berkomunikasi lisan, bekerja mandiri, serta memiliki
ilmu pengetahuan & teknologi. Dengan kompetensi yang dimilikinya itu
diharapkan seorang bidan selain melakukan intervensi fisik, juga harus berperan
dalam intervensi mental dan sosial di tengah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar